Mengenal Dr. Tjio Joe Hin, Anak Bangsa Penemu Tepat Jumlah Kromosom Manusia

les-online.com - 05/08/2022 19:08 WIB

Bagikan
Mengenal Dr. Tjio Joe Hin, Anak Bangsa Penemu Tepat Jumlah Kromosom Manusia
Oleh : vania

 

Halo sobat Les Online! Jika kamu melihat kembali sejarah genetika manusia, sangat menarik untuk mempelajari bagaimana kita dulu berjuang untuk memahami konsep-konsep yang sekarang kita anggap mendasar.

Salah satunya adalah pengetahuan tentang tubuh manusia, mungkin mudah kalau hal yang dipelajari adalah hal mendasar seperti normalnya jumlah jari di kedua tangan manusia ataupun lima - tapi, pernahkah kamu mengetahui bagaimana sejarahnya sampai kita mengetahui hal rumit seperti pengetahuan genetika? Paruh pertama abad ke-20 adalah zaman keemasan bagi genetika, namun begitu, para peneliti mengalami kesulitan menghitung jumlah kromosom yang benar dalam sel manusia. Bahkan, selama 30 tahun, para kalangan terpelajar menggunakan angka yang salah— yaitu 48— untuk dihitung dan dikonfirmasi berulang kali menjadi jumlah kromosom. Namun pada tahun 1956, Dr. Joe Hin Tjio atau penyebutan Indonesianya Dr. Tjio Joe Hin menunjukkan kepada dunia cara menghitung kromosom secara akurat, dan dengan melakukan itu, ia menjadi pacuan bagi banyak kemajuan medis.

Lebih hebatnya lagi, Dr. Tjio Joe Hin lahir di Indonesia lho! Wah, kira - kira seperti apa sih kisahnya?

Tjio Joe Hin dilahirkan dari keluarga Tionghoa pada zaman pendudukan Hindia Belanda. Dari kecil, Tjio sering membantu ayahnya yang berprofesi sebagai fotografer dengan mencetak foto di dalam ruang gelap. Kemudian, ia menuntut ilmu di sekolah dengan influensi Belanda yang mengharuskannya untuk mempelajari bahasa Prancis, Jerman, Inggris, dan Belanda, selain bahasa nasionalnya, yaitu Indonesia. Saat melanjutkan pendidikannya di Sekolah Ilmu Pertanian, Bogor, Tjio mendalami bidang pertanian (agronomi)dan memusatkan penelitiannya pada pengembangan tanaman hibrida yang tahan terhadap penyakit.

Tak hanya pengalaman di bidang edukasi dan agronomi, ternyata Tjio punya pengalaman langsung di masa perang. Ketika terjadi Perang Dunia II pada tahun 1942, Tjio dipenjara selama 3 tahun oleh kolonial Jepang yang ketika itu berkuasa di Indonesia. Tjio mendekam di kamp konsentrasi dan bahkan disiksa akibat memberikan bantuan medis kepada penduduk yang membutuhkan.

Setelah perang usai, dia kemudian berlayar menggunakan perahu Palang Merah yang digunakan oleh para pengungsi untuk berlayar ke Belanda. Di Belanda lah, Tjio mendapatkan beasiswa di Eropa. Pengalaman masa lalu Tjio yang banyak membantu dan berderma juga terbalaskan lho! Pada 3 bulan pertama, Tjio mendapatkan bantuan dari kerabat teman-teman yang pernah ditolongnya di penjara dan kemudian, dia dapat melanjutkan pekerjaannya di bidang pemuliaan tanaman (plant breeding) di kota Royal Danish Academy, Copenhagen selama 6 bulan.

 

Sejak tahun 1948-1959, Tjio mendapatkan kesempatan dari pemerintah Spanyol untuk bekerja pada program pengembangan tanaman mereka. Dia mengepalai penelitian sitogenetika di Zaragoza dan pada setiap masa liburan, Tjio pergi ke Universitas Lund, Swedia, di mana ia memulai kerja sama untuk mempelajari jaringan sel mamalia dengan Institute of Genetics yang dikepalai Albert Levan. Di Universitas Lund inilah, Tjio bertemu dengan Inga Bjorg Arna Bildsfell, seorang ilmuwan di bidang botani dan geologi yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di universitas yang sama. Pada tahun 1948, dia menikah dengan Inga dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Yu-Hin Tjio.

Sejak awal, penelitian memberi tahu bahwa gen disimpan dalam kromosom dan spesies yang berbeda memiliki jumlah kromosom yang berbeda. Tetapi cara menghitung kromosom manusia tidak mudah, sebagian besar karena adanya halangan akan bahan yang terbatas untuk dikerjakan. Terlebih lagi, para peneliti harus mencari cara untuk memisahkan kromosom individu dari sel individu dan kemudian secara akurat menggambarkan dan menghitungnya. Dengan teknologi fotografi mikroskopis masih dalam tahap awal, sebagian besar ilmuwan mengandalkan keterampilan menggambar apa yang bisa mereka lihat di bawah mikroskop, dan hal tersebut tentu menimbulkan masalah akurasi.

Namun, kemajuan yang dibuat pada tahun 1940-an di sekitar pengembangan teknik laboratorium memberi jalan bagi para peneliti untuk secara akurat melaporkan jumlah kromosom manusia. Namun tidak ada yang melakukannya — sampai Dr. Tjio, dengan menggabungkan kecintaannya pada sains dan fotografi kemudian mempelajari cara menyiapkan sampel jaringan untuk pencitraan dan analisis mikroskopis. Keterampilan inilah yang memungkinkannya untuk menemukan jumlah kromosom manusia yang benar pada tahun 1956 dan mengakhiri hampir 30 tahun ketidaktepatan ilmiah.

Keberanian dia untuk bersedia mempertanyakan apa yang diterima sebagian besar ilmuwan sebagai fakta patut diacungi jempol, apalagi karena keyakinan yang berlaku dalam genetika sebelumnya adalah bahwa jumlah kromosom yang benar adalah 48. Pada 1920-an, Theophilus S. Painter melaporkan jumlah 48 kromosom dari hasil teknik yang tersedia baginya. Namun, teknik ini terbukti untuk susah dihitung secara akurat, dan generasi ahli sitologi selanjutnya mencatat bahwa itu luar biasa karena dia bahkan bisa mendekatinya.

Selama hampir 30 tahun, para peneliti percaya bahwa temuannya adalah angka yang benar dan tidak mempercayai atau menjelaskan hasil yang menunjukkan sebaliknya. Dengan mempersiapkan bukti sel-sel manusia dengan teknik-teknik mutakhir dan dengan mahir mempresentasikannya, Dr. Tjio dan rekannya Dr. Albert Levan memberikan bukti tak terbantahkan bahwa manusia memiliki 46 kromosom dalam sel diploid. Lebih lanjut, Tjio Joe Hin menemukan bahwa kromosom itu menjadikan pasangan, maka dari 46 batang itu menjadi 23 pasang pada manusia.

Lebih lebih lagi, di antara 23 pasang kromosom itu, sebetulnya terbagi dalam 22 pasang kromosom dasar yaitu autosom, dan sepasang kromosom kelamin, X dan Y, yang menentukan kelamin kita, lelaki atau wanita. Persiapan kromosom Dr. Tjio dilakukan dengan sangat baik, dan gambarnya sangat jelas, sehingga membuktikan bahwa Dr. Painter salah dan mengubah dogma yang berlaku.

Memberikan jumlah kromosom yang benar—dan mendemonstrasikan bagaimana mereka mempersiapkan sel untuk jenis analisis ini—juga bukan temuan sepele. Memiliki jumlah kromosom yang benar memungkinkan ahli genetika untuk mengidentifikasi kromosom tertentu dan kelainannya, Pada 6 Desember 1962, Tjio menerima International Prize Award winner dari yayasan Joseph P. Kennedy, Jr. yang diberikan secara langsung oleh Presiden AS saat itu, John F. Kennedy untuk karyanya dalam bidang keterbelakangan mental. Hanya tiga tahun setelah Dr. Tijo dan Dr. Levan mempublikasikan temuan mereka, peneliti lain dapat menemukan bahwa Down Syndrome adalah hasil dari pewarisan kromosom tambahan. Dibangun dari temuan Dr. Tjio dan Levan, banyak penemuan genetik dan medis ditemukan dan ditetapkan.

Mulai dari pengalamannya, terutama dari pemenjaraan dan penyiksaan selama Perang Dunia II, sampai akhir hayatnya Dr. Tjio adalah seorang ilmuwan yang tangguh dan tangguh. Keberanian itu terbukti berharga dalam karirnya karena ia bersedia mempertanyakan apa yang diterima sebagian besar ilmuwan sebagai fakta, menyangkal kesalahpahaman yang telah lama ada dalam genetika manusia dan membantu memajukan bidang ini hingga seperti sekarang ini.

Itu dia kisah dari Dr. Joe Hin Tjio atau Tjio Joe-Hin! Mengagumkan sekali ya jasa beliau, menunjukkan kalau keberanian dan ketekukan berjalan berdampingan untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Ikuti terus informasi seputar dunia pendidikan dan hal menarik di Les-Online, Cek dan follow Instagram Les-Online untuk info TRY OUT gratis, dan blog Les-Online untuk info menarik lainnya!

Kredit Foto: Kumpulan dari Researchgate, Wikipedia

Tags : ##INSPIRASI
Beri Komentar